Virenial – Salah satu gunung berapi terkenal di Indonesia yang memiliki banyak kisah dan mitos adalah Gunung Slamet. Gunung yang disebut-sebut sebagai gunung tertinggi di Jawa Tengah dan tertinggi kedua di Pulau Jawa.
Gunung Slamet yang dulu dikenal sebagai Gunung Agung ini berada di antara lima kabupaten yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Pemalang.
Gunung ini memiliki panorama alam yang sangat indah, tak heran jika terdapat banyak tempat wisata yang berada di bawah kaki Gunung Slamet, beberapa diantaranya adalah Lokawisata Baturraden di Banyumas, Objek Wisata Guci di Tegal, atau Kebun Teh Kaligua yang berada di Brebes.
Asal-Usul Nama Slamet
Sebagai gunung api aktif terbesar di Pulau Jawa, ternyata Gunung Slamet belum pernah meletus hebat seperti Krakatau atau Gunung Tambora sepanjang sejarahnya.
Nama Slamet adalah nama yang baik, dalam Bahasa Jawa, “slamet“ berarti “selamat” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia.
Sesuai namanya, Gunung Slamet diharapkan agar selalu selamat dan selalu memberikan keamanan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.
Tapi, ada hal lain yang tidak banyak orang tahu tentang asal usul nama Slamet ini.
Menurut ahli sejarah, nama Slamet sendiri tergolong baru sebagai nama sebuah gunung.
Jadi, hampir dipastikan Slamet adalah bukanlah nama asli dari giri terbesar di Pulau Jawa tersebut.
Sejarawan Belanda, J Noorduyn mengungkapkan bahwa nama asli dari gunung tersebut adalah Gunung Agung. Hal ini didasari oleh sebuah naskah berbahasa Sunda tentang petualangan Bujangga Manik, seorang pengembara yang mengelilingi Pulau Jawa.
Bujangga Manik dikenal juga sebagai Prabu Jaya Pakuan. Dalam naskah kuno tersebut, terdapat banyak nama daerah yang disebutkan, salah satunya adalah nama-nama gunung.
Salah satu nama gunung yang disebutkan dalam naskah tersebut adalah Gunung Agung, yang lokasinya dianggap sama seperti lokasi Gunung Slamet sekarang.
Sementara itu, dalam versi kedua, nama asli Gunung Slamet adalah Gunung Gora. Nama Slamet diberikan oleh Syekh Maulana Malik Magribi.
Syekh Maulana ternyata menderita penyakit kulit yang sangat sulit disembuhkan ketika tengah dalam pengembaraannya.
Kemudian, Syekh Maulana tiba di lereng Gunung Gora dan menemukan sumber mata air panas dengan pancurannya yang berjumlah tujuh buah. Ia pun memutuskan untuk tinggal di sana sementara waktu.
Setiap harinya, Syekh Maulana mandi di sumber air panas tersebut yang sekarang dikenal sebagai Pancuran Pitu di Baturraden. Setelah sering mandi di sumber air panas tersebut, Syekh Maulana sembuh dari penyakitnya.
Karena sumber air panas dari Gora dianggap telah menyelamatkannya dari penyakit tersebut, nama Gora pun akhirnya diganti menjadi Gunung Slamet yang berarti “selamat”.
Mitos Letusan Gunung Slamet Akan Membelah Pulau Jawa
Seperti kisah giri lainnya, Slamet juga memiliki mitos yang berkembang dari mulut ke mulut di masyarakat. Salah satu mitos tentang gunung ini yang paling terkenal di lingkungan sekitar gunung ini adalah letusanya yang dipercaya akan membuat Pulau Jawa terbelah menjadi dua bagian.
Seperti Gunung Krakatau yang letusannya dulu, jauh sebelum letusan besar Krakatau 1883, dipercaya membuat Pulau Jawa dan Sumatra terpisah.
Gunung Slamet pun dipercaya bisa membuat Pulau Jawa terbelah menjadi dua bagian, timur dan barat jika meletus hebat.
Lokasi gunung ini memang nyaris berada di tengah-tengah antara pantai utara dan selatan. Gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa ini juga letaknya berada di tengah-tengah pulau Jawa.
Menurut cerita, jika gunung ini meletus besar maka akan membuat parit besar atau selat yang menyatukan laut selatan dan utara. Cerita ini sudah lama berkembang di warga Banyumas dan sekitarnya.
Ramalan Jayabaya
Kisah dan mitos terbelahnya Pulau Jawa akibat letusan dahsyat Gunung Slamet juga kerap dihubung-hubungkan dengan ramalan Ki Jayabaya yang menyebutkan bahwa suatu saat nanti Pulau Jawa akan terpisah menjadi dua bagian.
Entah benar atau tidaknya mitos tersebut, yang jelas, pemberian nama Slamet pada giri tertinggi di Jawa Tengah ini pasti mengandung doa dan harapan agar warga yang tinggal di lerengnya tetap selamat dan jauh dari mara bahaya.