Jakarta, Virenial – Terkait dengan salam lintas agama, MUI (Majelis Ulama Infonesia) sudah mengeluarkan fatwa terkait hal tersebut.
Kamaruddin Amin, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, menyampampaikan bahwa salam lintas agama merupakan sebuah praktik kerukunan dan toleransi serta tidak berkaitan dengan akidah.
“Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi,” kata Kamaruddin tertulis di situs Kemenag RI, Jumat, 31 Mei 2024.
Kamaruddin melanjutkan bahwa salam lintas agama adalah salah satu bentuk komitmen hidup rukun antara sesama warga bangsa dan tidak terkait dengan keyakinan.
“Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan,” lanjutnya.
Ia menyampaikan bahwa secara empiris salam lintas agama sudah terbukti efektif berkontribusi dalam menjaga kerukunan umat beragama.
“Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama,” katanya.
Dia mengatakan bahwa indeks kerukunan beragama saat ini telah meningkat karena hasil dari praktik baik warga negara.
“Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama,” lanjut Kamaruddin.
Terkati dengan indeks kerukunan beragama, Kamaruddin menyampaikan data kenaikan indeks tersebut.
“Ada tiga dimensi yang dipotret, yaitu toleransi dengan skor 74,47, kesetaraan dengan skor 77,61, dan kerja sama dengan skor 76,00. Ini indikator yang sangat baik,” ucap Kamaruddin.
Kamaruddin melanjutkan dengan menyampaikan beberapa poin terkait hal ini:
- Rasulullah pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri atas muslim dan nonmuslim (Yahudi dan orang musyrik) (HR Al-Bukhari).
- Ketika ada yang mengingatkan terlarang hukumnya mengucapkan salam kepada nonmuslim, sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Mas’ud, mengatakan, ‘Mereka berhak karena telah menemaniku dalam perjalanan’. Sahabat lain, Abu Umamah al-Bahiliy, setiap kali berjumpa orang, muslim ataupun nonmuslim, selalu berucap salam. Dia bilang, agama mengajari kita untuk selalu menebar salam kedamaian (Tafsir al-Qurthubi, 11/111).
- Menurutnya, salam adalah penghormatan bagi sesama muslim, dan jaminan keamanan bagi non-muslim yang hidup berdampingan (Bahjat al-Majaalis, Ibn Abd al-Barr, 160).
Kamaruddin melanjutkan bahwa dalam menjalani kehidupan beragama diperlukan sikap bijaksana dan luwes sehingga dapat tercipta saling sinergi antara beragama dan bernegara.
“Dalam beragama, diperlukan sikap luwes dan bijaksana sehingga antara beragama dan bernegara bisa saling sinergi,” kata Kamaruddin.
Fatwa MUI soal Salam Lintas Agama
Diberitakan sebelumnya bahwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII menghasilkan terkait hubungan antar umat beragama.
Hukum salam lintas agama menjadi salah satu yang diputuskan dalam acara tersebut.
Salah satu isi poin keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yaitu bahwa salam lintas agama dengan alasan toleransi tidak dapat dibenarkan.
“Penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan,” bunyi salah satu poin keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang dibacakan oleh Asrorun Niam Sholeh, Ketua SC yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa, pada hari Kamis 30 Mei 2024.
“Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram,” bunyi poin lanjutan ijtimak ulama tersebut.